Beranda | Artikel
Durhaka Kepada Orangtua Membawa Sengsara
17 jam lalu

Bersama Pemateri :
Ustadz Syafiq Riza Basalamah

Durhaka Kepada Orangtua Membawa Sengsara adalah kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Dr. Syafiq Riza Basalamah, M.A. pada Ahad, 10 Rabiul Akhir 1446 H / 13 Oktober 2024 M.

Kajian Tentang Durhaka Kepada Orangtua Membawa Sengsara

Di dalam surah An-Nisa, ayat 36, Allah berfirman:

وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا…

“Beribadahlah kalian kepada Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua…” (QS. An-Nisa [4]: 36)

Ayat ini mengingatkan kita bahwa salah satu kewajiban utama manusia adalah berbakti kepada orang tua. Namun, yang kita lihat, sering kali orang lebih sibuk menuntut hak daripada melaksanakan kewajiban. Sebelum membicarakan hak, sebaiknya bertanya, apa kewajiban kita? Sama seperti dalam kehidupan bernegara, sebagai warga Indonesia yang taat kepada Allah, kita seharusnya lebih dulu bertanya, “Apa yang sudah saya berikan kepada negeri ini?” sebelum bertanya, “Apa yang diberikan negara kepada saya?”

Tujuan utama manusia di muka bumi ini adalah mengabdi kepada Allah Jalla Jalaluhu. Namun, kita sedih melihat realitas saat ini, di mana banyak sarana teknologi yang canggih, tetapi masih ada yang menyembah berhala, patung, bahkan mengabdi kepada setan dan jin. Di antara 8,2 miliar penduduk bumi (data 2024), hanya sekitar 2 miliar yang beragama Islam. Ini berarti sebagian besar penduduk dunia masih melakukan kesyirikan. Sebagai umat Islam, kita memiliki tanggung jawab besar untuk menyampaikan kepada umat manusia bahwa hanya Allah yang berhak disembah.

Maka harapan saya, setelah pulang dari sini, semua membuat status di handphone atau di Instagram dengan menuliskan Laa ilaaha illallah — tidak ada yang berhak disembah kecuali Allah. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berdakwah selama 13 tahun di Makkah, mengajak orang-orang untuk mentauhidkan Allah. Beliau berjalan dari satu lorong ke lorong lain, dari satu jalan ke jalan lain, dari pasar ke pasar, dan dari satu pertemuan ke pertemuan lainnya. Beliau mengatakan, “katakan Laa ilaaha illallah.”

Semua fasilitas yang ada pada kita, dan pada siapa pun di muka bumi, adalah pemberian Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebagaimana firman-Nya:

وَمَا بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللّٰهِ

“Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka itu adalah dari Allah.” (QS. An-Nahl [16]: 53).

Namun, ada orang yang kemudian lupa dengan Pemberinya. Luqman, ketika memberikan wasiat kepada anaknya, mengatakan:

يَٰبُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِٱللَّهِ إِنَّ ٱلشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ

“Wahai anakku! Janganlah engkau mempersekutukan Allah, sesungguhnya kesyirikan adalah benar-benar kedzaliman yang besar.” (QS. Luqman [31]: 13).

Kesyirikan adalah bentuk kedzaliman terbesar. Bayangkan jika seseorang memberikan semua fasilitas kepada pekerjanya, seperti mobil, rumah, modal usaha, sopir, dan gaji bulanan, tetapi di akhir bulan, hasil kerja itu diberikan kepada orang lain. Apa yang akan kita katakan? “Pengkhianat!” Dan sebagian manusia berkhianat kepada Tuhannya dengan memberikan ibadah kepada selain-Nya.

Hak pertama yang harus kita ingat selalu adalah mentauhidkan Allah. Allah juga berfirman:

وَاعْبُدُوا اللّٰهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهٖ شَيْـًٔا وَبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسَانًا

“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua.” (QS. An-Nisa [4]: 36).

Sering kita mendengar ayat-ayat perintah untuk berbakti kepada orang tua, seperti dalam surah Al-Isra ayat 23-24. Bagi yang masih memiliki ayah dan bundanya, tolonglah bermuhasabah: Apakah kita sudah berbakti? Seorang anak yang merasa sudah berbakti berarti belum berbakti. Bagi yang kedua orang tuanya sudah tiada, hendaklah engkau banyak-banyak beristigfar untuk keduanya dan untuk dirimu sendiri.

Saya pernah berharap agar ibunda saya meninggal setelah saya. Karena saya yakin, insyaAllah, jika saya meninggal sebelum ibunda, ibu saya akan memaafkan saya. Namun, jika beliau meninggal setelah kita, mungkin ada dosa-dosa kita kepada orang tua yang belum dimaafkan. Bagaimana cara meminta maaf kepada orang tua yang telah tiada? Jika kita pernah meninggikan suara atau menyakiti mereka, bagaimana cara menebusnya?

Allah berfirman:

وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوٓا۟ إِلَّآ إِيَّاهُ وَبِٱلْوَٰلِدَيْنِ إِحْسَٰنًا…

“Dan Rabbmu telah memerintahkan agar kamu tidak beribadah kecuali kepada Allah dan hendaklah berbuat baik kepada kedua orang tua.” (QS. Al-Isra [17]: 23).

Allah telah menetapkan sebuah keputusan yang tidak berubah: hanya beribadah kepada-Nya. Namun, ada orang yang beribadah kepada Allah tetapi juga menyembah selain-Nya. Misalnya, di Indonesia masih banyak orang yang melakukan ritual di tempat-tempat pesugihan. Bahkan ada yang berpikir tidak perlu pergi jauh-jauh ke Makkah, cukup ke Gunung Bawakaraeng atau tempat serupa. Ini adalah bentuk syirik, meskipun mereka mengaku muslim.

Allah sudah membuat keputusan bahwa satu-satunya dosa yang tidak akan diampuni adalah syirik. Sebagaimana firman-Nya:

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ…

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa selain syirik bagi siapa yang Dia kehendaki.” (QS. An-Nisa [4]: 48).

Seseorang yang mencuri, berzina, atau bahkan membunuh, masih ada harapan untuk diampuni oleh Allah. Namun, orang yang meninggal dalam keadaan membawa dosa syirik, tidak ada harapan untuk diampuni.

Teruslah berbuat baik kepada kedua orang tua. Apabila salah satu atau keduanya sudah memasuki usia senja, Allah berfirman:

… إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا

“Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya masuk usia senja dalam pemeliharaanmu, maka jangan sekali-kali engkau mengatakan ‘ah’ kepada mereka dan janganlah engkau membentak mereka, tetapi ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (QS. Al-Isra [17]: 23).

Mengapa disebutkan “salah satu atau keduanya”? Karena ada yang ayahnya lebih tua, mungkin menikah di usia 50 tahun sementara ibunya masih berumur 35 tahun. Ada juga yang ayahnya berusia 60 tahun.

Biasanya, orang tua yang sudah sepuh hidup bersama anak-anaknya. Jangan sampai kita berkata, “Orang tua saya ikut saya.” Seharusnya kita katakan, “Saya ikut orang tua.” Karena sejatinya, kita ini milik ayah kita.

Ketika orang tua sudah lanjut usia, perilakunya bisa berubah, emosinya tidak stabil, dan keinginannya bermacam-macam. Apa kata Allah? “Jangan berkata ‘ah’ kepada mereka.” Ini adalah ucapan yang menunjukkan ketidaksabaran. Mengapa Allah sebutkan kondisi ketika orang tua sudah tua? Karena saat mereka masih gagah perkasa, kita biasanya tidak berani membantah. Apalagi jika kita masih bergantung pada mereka, seperti menerima bantuan bulanan dari orang tua.

Namun, ketika kita sudah mandiri, punya uang, sukses, atau sehat, dan orang tua sudah tua serta sakit-sakitan, di sinilah ujian kita. Jangan pernah membantah atau menghardik mereka. Selama kita bisa memenuhi keinginan mereka dan itu tidak membahayakan, penuhilah.

Allah berfirman:

وَقُل لَّهُمَا قَوْلًۭا كَرِيمًۭا

“Dan ucapkanlah kepada mereka ucapan yang penuh penghormatan.” (QS. Al-Isra [17]: 23).

Ada seorang bertanya kepada alim ulama, “Saya memahami perintah dan larangan Allah, tapi apa maksudnya dengan ‘Dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang penuh penghormatan.‘”

Ucapan yang penuh penghormatan itu seperti seorang budak berbicara kepada majikannya yang keras dan kasar, yang jika salah bicara akan digampar. Begitulah kita harus memilih kosakata yang paling indah ketika berbicara dengan orang tua. Sebelum berbicara, pikirkan terlebih dahulu, dan ucapkan dengan intonasi yang penuh penghormatan. Kadang kata-kata kita baik, tetapi intonasinya kurang sopan.

Sebagai orang tua, kita tahu kapan anak kita berbicara dengan hormat dan kapan tidak. Jangan pernah sombong kepada orang tua. Terkadang ada anak yang berpangkat tinggi, seperti jenderal bintang tiga, sementara ayahnya hanya seorang kopral. Ada juga yang anaknya bergelar doktor, tapi ayahnya hanya lulusan SMP, bahkan tidak lulus SMA.

Kita melihat bagaimana Allah mengangkat sebagian di atas yang lain dalam masyarakat. Namun, sebagai anak, kita harus tawadhu’ (rendah hati). Allah berfirman:

وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ

“Rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang.” (QS. Al-Isra [17]: 24).

Seakan-akan kita punya sayap yang kita tundukkan untuk diinjak oleh orang tua, membiarkan apa pun yang mereka lakukan dengan penuh kasih sayang. Allah langsung memerintahkan:

رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِى صَغِيرًۭا

Bagaimana penjelasan lengkapnya? Mari download dan simak mp3 kajian yang penuh manfaat ini.

Dengarkan dan Download Kajian Durhaka Kepada Orangtua Membawa Sengsara

Jangan lupa untuk turut menyebarkan kebaikan dengan membagikan link download kajian “Durhaka Kepada Orangtua Membawa Sengsara” ini ke media sosial Antum. Semoga Allah Ta’ala membalas kebaikan Antum semua.


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/54569-durhaka-kepada-orangtua-membawa-sengsara/